Tugas Review Diskusi - Benarkah MK Melegalkan Zina dan LGBT?
Tulisan ini
dibuat dalam rangka semata - mata hanya untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Pancasila yaitu merangkum dan memberikan
opini yang
berkaitan dengan nilai-nilai pancasila
dalam tayangan diskusi yang disiarkan secara Live di TV ONE dalam program Indonesia
Lawyers Club (ILC) pada tanggal 19 Desember 2017. Oleh Dhanang Abdhul Wahid (22214904), Jurusan
Akuntansi, Universitas Gunadarma. Narasumber yang hadir antara
lain :
1.
Prof.
Euis Sunarti (Pemohon Judicial Review)
2.
Rita
Soebagio ( Ketua AILA)
3.
Feizal
Syahmenan (Koordinator Tim Pengacara Pemohon)
4.
Dewi
Inong Irana (Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin)
5.
Ade
Armando (Pengamat Komunikasi)
6.
Cania
Citta (Jurnalis The Geotimes)
7.
Dede
Oetomo (Aktivis Gaya Nusantara)
8.
Aan
Anshori (Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi)
9.
K.
H. Zaitun Rasmin (Wasekjen MUI)
10.
Franz
Magnis Suseno (Rohanian Katolik)
11.
Ahmad
Yani (Praktisi Hukum)
12.
Muszakkir
(Pakar Hukum Pidana)
13.
Feri
Amsari (Pakar Hukum Tata Negara)
14.
Ahmad
Redi (Pakar Hukum Tata Negara Univ. Tarumanegara)
15.
Refly
Harun (Pakar Hukum Tata Negara)
16.
Irman
Putra Sidin (Pakar Hukum Tata Negara)
17.
Prof.
Mahfud M. D. (Mantan Ketua MK)
Mahkamah konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi
yang diajukan oleh perwakilan dari organisasi AILA (Aliansi Cinta Keluarga
Indonesia) bersama kedua belas pemohon lainnya untuk dilakukan revisi dan
perluasan definisi tindak asusila zina dan lgbt pada Pasal 284, 285, dan
292 Kitab Undang-Undang dan Hukum Pidana (KUHP). Permohonan ini sudah diajukan
sejak 2016 silam dan telah melewati proses 20 kali sidang. Hasil yang
diinginkan oleh pemohon tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, karena MK secara
resmi menolak permohonan pemohon lewat Putusan Perkara No 46/PUU-XIV/2016.
Dari
Sembilan orang Hakim ada sebanyak empat Hakim menyetujui uji materi yaitu Arief
Hidayat (Ketua MK), Anwar Usman, Wahiduddin Adams, dan Aswanto. Sedangkan ada
lima Hakim yang menolak uji materi yaitu Maria Frida Indrati, Saldi Ira,
Manahan Sitompul, Suhartoyo, dan I Dewa Gede Palaguna.
Keputusan Mahkamah Konstitusi pekan lalu
menggemparkan sebagian masyarakat indonesia. Putusannya sederhana bahwa gugatan
yang diajukan oleh pemohon yuditical review dari organisasi AILA itu ditolak,
pemohon meminta agar 3 pasal dalam KUHP yaitu pasal 284, 285 dan 292 mereka
anggap sudah tidak relevan lagi dan minta rumusannya diperluas.
Adapun Pasal-pasal tersebut antara lain:
- Pasal 284 KUHP, yang berbunyi "dihukum selama-lamanya 9 bulan bagi laki-laki beristri atau perempuan bersuami yang melakukan gendak/zina (overspel)" agar diperluas frasa zina tersebut bagi laki-laki dan perempuan yang tidak terkait pernikahan. Dalam kata lain, dari yang hanya terbatas pada salah satu pelaku yang terikat perkawinan, menjadi kepada siapapun baik di luar maupun di dalam perkawinan.
- Pasal 285 KUHP "Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun" agar dihilangkan frasa 'perempuan yang bukan istrinya’ karena perkosaan tidak hanya terjadi pada perempuan namun juga laki-laki.
- Pasal 292 KUHP "Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, dihukum penjara selama-lamanya 5 tahun" agar dihukum bagi orang dewasa sesama jenis yang melakukan perbuatan cabul.
Adapun Ringkasan Beberapa Pemateri
1.
Prof
Euis Sunarti (Pemohon Judicial Review)
Jika
generasi muda yang seharusnya menjadi penerus bangsa ini sudah terjangkiti
perilaku yang bertentangan dengan nilai agama dan nilai luhur pancacila ini,
apa yang bisa dilakukan oleh orang tua? "Kalau melihat anak-anak muda
sudah terjebak dalam itu (penyimpangan LGBT), betapa sedihnya orang tua."
lanjut Prof Euis.
Bukan
hanya zina, pelaku LGBT juga meningkat drastis sebanyak 1400-an kasus selama
enam bulan. Sehingga pada bulan Desember 2015 jumlah pelanggarannya sebanyak
8013 kasus. Mirisnya lagi, pelaku bukan hanya dari kalangan orang tua atau
dewasa. Anak-anak usia 11,12,13 tahun sudah berupaya melakukan hubungan badan
antar sesama jenis.
2.
Dewi
Inong Irama (Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin)
Dr
Dewi Inong Irana menyatakan, banyak macam Inveksi Menular Seksual (IMS). “Kalau
kita lihat ada 30 macam virus berbahaya akibat LGBT. dr Dewi Inong Irana
menyatakan, banyak macam Inveksi Menular Seksual (IMS).
Katanya,
Hubungan seks yang bisa menularkan IMS paling tinggi adalah hubungan kelamin
lewat dubur. Dr Dewi menegaskan bahwa perilaku seksual lesbian, gay, biseksual,
dan transgender (LGBT) mempunyai resiko tertinggi untuk tertular IMS dan
HIV/AIDS. Mengambil data dari Kementerian Kesehatan Amerika, CDC, Dr Dewi
menyebutkan sebanyak, sebanyak 55 persen dari penderita AIDS di Amerika adalah
pelaku LGBT. Jadi proporsinya tinggi sekali, Apabila dibiarkan generasi penerus
bangsa akan hancur dan menghabiskan uang negara karena penderita harus minum
obat seumur hidup ditanggung negara.
3.
Prof
Mahfud MD (Mantan Ketua MK)
Pakar
hukum tata negara Mahfud MD menjadi narasumber final (pamungkas) pada acara ILC
tvOne. Beliau mengemukakan bahwa praktik lesbian, gay, biseksual dan
transgender (LGBT) dan zina harus dilarang dan harus diberi hukuman berat,
karena bertentangan dengan konstitusi di Indonesia.
"Tapi
yang melarang harus legislatif [DPR], jangan MK [Mahkamah Konstitusi],"
ujarnya. Menurut Mahfud ada isu yang beredar tahun 2015 yakni dana sebesar 180
juta dolar AS atau setara dengan Rp 2,4 triliun masuk ke Indonesia untuk
melegalkan LGBT. Apabila dana tersebut bisa masuk ke DPR, maka kata dia, LGBT
bisa diloloskan. Pasalnya, sejumlah anggota DPR belum menyetujui zina dan LGBT
termasuk tindak kriminal atau bukan. Selain itu para aktivis, pihak NU dan
Muhammadiyah juga jangan sampai kecolongan. Karena, DPR dan pemerintah sudah
akan mengesahkan ini, sudah rampung 90 persen, tapi soal zina ini di-pending
karena kontroversinya.
Opini Saya
Sebelum
saya menuliskan beberapa opini saya, ada beberapa hal yang ingin saya samaikan
terlebih dahulu, yaitu pertama saya sadar bahwa ilmu yang saya miliki belum memenuhi
kriteria untuk mengatakan benar atau salahnya tindakan zina dan LGBT ini. Kedua
saya bukan ahli hukum atau pakar-pakar ilmu lainnya sehingga saya tidak
mengerti benar tentang itu. Ketiga saya tidak bermaksud untuk mendiskriminasi
kaum tertentu ataupun ikut memperkeruh suasana, jadi opini ini murni pendapat
dari saya sendiri dan menurut apa yang saya tahu. Keempat jika ada salah-salah
kata saya salaku penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya, dan jika berkenan
berikan tangkapan yang bersifat sopan apabila saya opini saya tidak benar
adanya.
Dari sisi pancasila :
sila pertama "ketuhanan yang maha esa" disila ini jelas sekali
mengatakan bahwa bangsa indonesia percaya akan keberadaan tuhan dan mereka
mentataatinya sesuai dengan agama yang dipercaya oleh masing-masing individu. Saya
rasa dalam agama apapun LGBT dan melakukan zina adalah suatu tindakan yang dilarang.
Karena sudah menjadi kodratnya manusia untuk saling mencintai dan menyayangi
satu sama lain antara wanita dan pria, bukan antara sejenisnya. Dan menurut
saya pun semua agama mengharuskan melakukan pernikahan sebelum melakukan
hubungan intim, atau hubungan suami istri, dimana itu akan mengajarkan suatu
bentuk tanggungjawab yang harus diemban oleh pasangan suami istri.
Kalau saya ditanya mengenai
kaum LGBT dan zina ini dilegalkan di negara Indonesia, jelas saya akan menolak,
mengapa demikian karena banyak sekali factor negative yang kan diterima. Misal dari
segi medis, jelas itusuatu penyakit, dimana akan menimbulkan berbagai
macampenyakit klamin, bahkan bisa menciptakan penyakit-penyakit baru yng bias menular.
Dari segi biologis, bagaimana mereka bisa berkembang biak antara sesama jenis,
saya sendiri tidak bisa membayangkannya lebih jauh. Dari segi historis, dimana
dulu ada suatu kaum yang di porakporandakan dari muka bumi ini (bisa dibilang
seperti mendapatkan bencana alam), saya tidak bias membayangkan bagaimana itu bisa
terjadi di negara kita apabila kaum LBGT ini di legalkan. Dari segi social, ini
bias berdampak negative pada generasi muda kita dan dapat mentalitas generasi
bangsa. Dan terakhir dari segi agama, jelas ini prilaku yang tidak terpuji,
dimana perilaku ini saya rasa tidak diajarkan dan dibenarkan oleh agama-agama
lain.
Komentar
Posting Komentar