"Upacara TABOT" Budaya Keagamaan yang Menjadi Wisata Kebuyaan Bengkulu


Upacara TABOT
Budaya Keagaman yang Menjadi Wisata Kebudayaan Bengkulu



By:
Dhanang Abdhul Wahid
22214904










                         Daftar Isi

Daftar Isi...............................................................................
Latar Belakang......................................................................
Asal Usul Upacara Tabot......................................................
Munculnya Upacara Tabot di Bengkulu...............................
Tahapan Prosesi Upacara Tabot...........................................
Upacara Tabot, Pesona Wisata Budaya................................
Penutup.................................................................................
Daftar Pustaka......................................................................


Latar Belakang
Uapacara Tabot atau Festival Tabot di Bengkulu merupakan salah satu perayaan budaya tahunan yang menarik untuk disaksikan. Atraksi budaya yang berbalut agama ini bahkan digemari wisatawan domestik dan mancanegara. Saat upacara digelar maka dipastikan ratusan bahkan ribuan orang tumpah-ruah di sepanjang jalan dan lapangan utama kota Bengkulu untuk menyaksikan berbagai tahapan prosesi menarik dan sakral tersebut.
Festival Tabot di Bengkulu selain menggelar upcara ritual, biasanya juga dimeriahkan pertunjukan seni, pasar rakyat, pameran kriya, serta lomba delman hias, rebana, tari tabot, dan beragam acara seni lainnya. Bahkan kita dapat melihat tabot utama dan tabot kecil dipamerkan dengan lampu kerlap-kerlip menghiasi gelapnya malam di kota Bengkulu.
Festival Tabot di Bengkulu menggelar prosesi pengambilan tanah dari tempat yang ditentukan untuk kemudian ditempatkan dalam replika keranda Imam Husein. Berikutnya diiringi lantunan musik tradisional maka puluhan tabot akan diarak mengelilingi kampung di Bengkulu. Kita akan mendengar iringan tabot ditemani suara alat musik dal yang berbentuk tambur bulat terbuat dari akar bagian bawah pohon kelapa. Perayaan ini layaknya parade kendaraan hias dimana prosesi akhir adalah pembuangan tabot di Karbela yaitu sekira 3 km dari lokasi festival. Pengarakan tabot ke tempat pembuangan ini merupakan acara puncak Festival Tabot.
Dengan kemeriahan festival Tabot ini, membuat saya penasaran akan seluk-beluk festival Tabot ini. Maka dalam tulisan ini, saya akan membahas mengenai Tabot ini secara mendalam, dari sejarah asal usulnya, kemunculannya di Bengkulu, hingga prosesi-prosesi yang ada dalam festival Tabot itu sendiri.

Asal Usul Upacara Tabot
Upacara Tabot merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu yang diadakan untuk memperingati kematian atau kesyahidan  Imam Hussein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW, yang wafat dalam peperangan di padang Karbala, Irak pada awal bulan Muharam 61 Hijriah (681 M). Bisa dibilang upacara ini termasuk kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh sebagian Umat Islam di Bengkulu. Upacara Tabot ini dilakukan dengan beberapa rangkaian acara, yang seluruh rangkaiannya dilaksanakan selama sepuluh hari, yakni dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 10 Muharam.
Keseluruhan proses yang dilakukan dalam Upacara Tabot ini, diyakini sebagai bentuk ekspsresi ke-cintaan terhadap cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbala.Sekaligus juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Alî beserta pasukannya.
Upacara Tabot ini memiliki kemiripan dengan tradisi Ta'ziyah di kalangan Syi'ah di Iran, yang juga dilakukan dalam rangka memperingati kesyahidan Imam Husein Bin Abi Thalib tersebut. Ini tentu menjadi sebuah hal yang menarik, melihat kenyataannya bahwa upacara keagamaan yang bernuansa ajaran Syi’ah tersebut bisa bertahan di Bengkulu hingga saat ini. Padahal  masyarakat Bengkulu didominasi oleh pemeluk Islam yang menganutpaham Islam Sunni.
Namun dalam perkembangannya, dijelaskan dalam Titik Temu Sunny & Syi’i, Harapandi Dahri memberikan uraian menarik bagaimana masyarakat Bengkulu memahami dan menerima keberadaan tradisi Tabot di lingkungan mereka. Masyarakat Bengkulu secara umum cenderung memposisikan upacara Tabot sebagai bagian dari kegiatan seni-budaya, seperti festival yang memberikan keuntungan ekonomi, serta menandai kekayaan khazanah sejarah Bengkulu. Banyak di antaranya yang secara tegas menolak kecenderungan pengkultusan berlebihan terhadap Husain dalam upacara Tabot sebagaimana yang terjadi dalam praktik ta’ziyah di Irak atau Iran. Dalam kadar tertentu, masyarakat Bengkulu tampaknya lebih melihat upacara Tabot dari sisi bentuknya sebagai festival rakyat ketimbang dari sisi isinya yang penuh dengan muatan-muatan keagamaan.
  
Munculnya Upacara Tabot di Bengkulu
Tidak ada penjelasan tertulis yang menerangkan kapan upacara Tabot mulai dikenal atau dilaksanakan di lingkungan masyarakat Bengkulu. Bahkan, William Marsden, seorang penulis yang banyak mengamati masyarakat Sumatra, serta berada di Bengkulu pada saat Bengkulu dikuasai oleh Inggris, tidak menyinggung tentang Tabot sama sekali.
Namun, oleh banyak pihak, tradisi upacara Tabot di Bengkulu ini diyakini mulai muncul pada saat pembangunan Benteng Marlborough. Para perintis upacara Tabot Bengkulu ini adalah para pekerja yang dibawa oleh Inggris (East Indian Company) dari Madras dan Bengali (bagian Selatan India) ke Bengkulu untuk membangun benteng tersebut pada tahun 1336 M. Meskipun ada sebagian dari para pekerja ini pulang kembali ke daerah asalnya di India setelah pembangunan benteng selesai, namun ada sebagian dari para pekerja tersebut yang menetap di Bengkulu. Sehingga mereka beserta keturunannya yang menetap di Bengkulu ini berasimilasi dengan penduduk setempat.Yang pada akhirnya keturunan mereka, dikenal sebagai orang-orang Sipai hingga saat ini.
Maulana Ichsad, Imam Sobari, Imam Suandari dan Imam Syahbudin adalah orang yang sering disebut-sebut sebagai orang-orang yang dibawa oleh Inggris dari India ke Bengkulu, yang kemudian memulai perayaan Tabot Bengkulu. Namun, beberapa waktu kemudian, orang-orang ini kembali ke India. Dalam hal ini, tidak ada keterangan resmi yang menjelaskan tentang tata cara pelaksana Tabot Bengkulu di waktu-waktu berikutnya, setelah orang-orang tersebut kembali ke India. Kemudian muncul nama Syekh Burhanuddin alias Imam Senggolo (1714 M) dan keturunannya yang melakukan dan melestarikan upacara Tabot Bengkulu hingga saat ini. Hanya saja, informasi ihwal hubungan antara Imam Senggolo dengan orang-orang seperti Maulana Ichsad, Imam Sobari, Imam Suandari dan Imam Syahbudin tidak ada keterangan yang menjelaskannya.
Keluarga-keluarga pewaris Tabot ini mengakui bahwa peran mereka dalam upaya melaksanakan dan melestarikan upacara Tabot melainkan karena wasiat dari leluhur mereka. Masing-masing keluarga pewaris Tabot yang secara umum tinggal di Kecamatan Teluk Segara ini dipimpin oleh kepala keluarga dan anak laki-laki tertua. Sebagai keluarga-keluarga pewaris Tabot, mereka biasanya memiliki satu perangkat “penja” yakni sebuah benda yang menyerupai telapak tangan lengkap dengan jari-jarinya. Ini merupakan penanda bahwa keluarga mereka adalah pewaris Tabot itu sendiri.
Keluarga pewaris Tabot atau orang-orang Sipai ini belakangan (1991 M) membentuk perkumpulan bersama yang dinamakan Kerukunan Keluarga Tabot (KKT). Pembentukan KKT ini dilatarbelakangi oleh undangan yang diterima oleh Propinsi Bengkulu untuk menampilkan kekayaan seni budaya mereka di Jakarta pada tahun 1991. Menyambut undangan tersebut, Pemerintah Propinsi Bengkulu tampaknya memandang perlu untuk menampilkan prosesi Tabot sebagai bagian dari warisan seni-budaya masyarakat Bengkulu. Oleh karnanya, tampilah KKT sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan-kegiatan semacam ini. Dalam perkembangan berikutnya, Orang Sipai atau keluarga Tabot yang sudah tergabung dalam KKT ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah Bengkulu dalam prosesi perayaan Tabot setiap tanggal 1 sampai tanggal 10 Muharam setiap tahunnya, yang oleh pemerintah dipandang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan luar atau dalam negri untuk datang ke Bengkulu.
Di Bengkulu, terdapat 17 kelompok Tabot yang masing-masing bertanggung jawab untuk melaksanakan dan melestarikan Upacara Tabot. 17 kelompok Tabot tersebut adalah: Syafril (Tabot Imam/Pasar Melintang), Zainuddin (Bangsal/Tengah Padang), Syapuan Dahlan (Tabot Kampung Batu), Bayu Syarifuddin (Tabot Kampung Bali), Agussalim Kasim (Tabot Lempuing), Zulkifli (Tabot Tengah Padang), Syofyan (Tabot Kebun Ros), Syaiful Mukli (Tabot Penurunan), Ibrahim Kaem (Tabot Pondok Besi), Dayat Djafri (Tabot Bajak), Idrus Kasim (Tabot Anggut Bawah), Bambang Hermanto (Tabot Tengah Padang), Muhidin (Tabot Malabero), Mahyuddin (Tabot Kebun Beler), Saidina Muhammad (Tabot Tengah Padang) dan Bayuang Saril (Tabot Tengah Padang). Mereka adalah kelompok-kelompok yang memegang benda pusaka Tabot di Bengkulu atau disebut “penja”.

Tahapan Prosesi Upacara Tabot
Dalam setiap tahunnya, kelompok-kelompok inilah yang bertugas melaksanakan Upacara Tabot setiap tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam. Dalam rentang waktu sepuluh hari tersebut, kelompok-kelompok ini berperan aktif dalam berbagai prosesi,adapun tahapan-tahapannya sebagai berikut:
Tahap Pertama, adalah Mengambik Tanah (mengambil tanah). Tanah yang diambil pada tahapan ini haruslah berasal dari tempat keramat yang mengandung unsur-unsur magis, seperti di Keramat Tapak Padri yang terletak di dekat Benteng Marlborough dan Keramat Anggut, yang berada di pemakaman umum Pasar Tebek. Mengambik Tanah akan dilakukan pada 1 Muharam, pukul 22.00 WIB. Tanah ini nantinya akan dibungkus dengan kain kafan putih dan dibentuk seperti boneka manusia,lalu diletakkan di Gerga, yaitu Gerga Berkas dan Gerga Bangsal.

Menurut kepercayaan masyarakat, tanah yang diambil dan dibentuk menjadi seperti boneka manusia tersebut mengandung nilai magis, yang melambangkan jenazah Husain bin Ali yang menjadi dasar diselenggarakannya upacara tabot ini.
Tahap Kedua, adalah Duduk Penja (mencuci jari-jari). Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak, atau tembaga yang berbentuk telapak tangan manusia, lengkap dengan jari-jarinya. Penja yang dianggap sebagai benda keramat yang mengandung unsur magis oleh keluarga Sipai, harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Duduk Penja dilaksanakan pada tanggal 5 Muharam pukul 16.00 WIB di rumah dukun atau pimpinan dari kelompok tabot yang bersangkutan
Penja atau jari-jari dalam upacara tabot melambangkan tubuh Husain bin Ali yang dalam kondisi tercerai berai atau terpisah-pisah sebagai akibat dari kekejaman pasukan Ubaidillah bin Zaid pada Perang Karbala. Pada umumnya ritual ini bermaksud untuk meningkatkan semangat juang kaum Syiah dalam memperjuangkan cita-cita keberagamaan mereka. 
Tahap Ketigaadalah Meradai (mengumpulkan dana) yang dilakukan oleh Jola (bahasa Melayu yang artinya orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan, biasanya terdiri dari anak-anak berusia 10—12 tahun). Acara Meradai diadakan pada tanggal 6 Muharam siang hari, antara pukul 07.00—17.00 WIB.pengambilan dana oleh jola ini dilakukan dengan tertib agar tidak terjadi tumpang tindih terhadap sasaran acara ini. Untuk itu, sebelum turun ke lapangan para jola dikumpulkan dan diberi pengarahan oleh pimpinan kelompok mereka.
TahapKeempat, adalah Manjara, merupakan acara berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk beruji atau bertanding dal, (alat musik sejenis beduk, yang terbuat dari kayu dengan lubang di tengahnya, serta ditutupi kulit lembu). Biasanya menjara dilaksanakan pada tanggal 6 dan 7 Muharam mulai pukul 20.00 hingga 23.00 WIB. Salah satu keistimewaan dari tahap Menjara ini adalah perang yang dilakukan oleh dua kelompok, yakni Tabot Bangsal dan Tabot Barkas. Namun, perang yang dilakukan dalam festival ini, bukanlah perang yang berbahaya. Karena pada acara ini, perang antara dua kelompok tersebut disimbolkan dengan pertandingan dal. 
Pada malam pertama Menjara, salah satu kelompok Tabot akan menghampiri kelompok lainnya. Dalam perjalanan, kelompok ini akan memukulkan dal untuk menarik massa dari setiap kampung yang dilewati, sehingga jumlahnya terus bertambah. Ketika kedua kelompok bertemu, maka dimulailah adu dal. Kedua kelompok langsung beradu menabuh dal sekuat-kuatnya. Konon, dulunya adu dal ini dilakukan hingga ada yang pecah.Usai mengadu dal, kelompok yang datang, mengunjungi gerga tua (bangunan yang menjadi simbol benteng pertahanan Hussein saat berperang). Di sini, jari-jari Tabot yang dibawa pada saat menggalang massa akan melakukan soja, atau bersambut dengan jari-jari kelompok Tabot lainnya. Hal ini menandakan ritual menjara hari pertama berakhir.
Keesokannya ritual Menjara kembali dilakukan. Kali ini, kelompok yang sebelumnya dikunjungi, balas mengunjungi kelompok lainnya. Rombongan berjalan kaki ke gerga tua untuk mengambil jari-jari dan menjemput massa dari kampung-kampung yang dilewati. Sampai di tempat tujuan, perang kembali dimulai. Kedua kelompok berperang, beradu menabuh dal.Dal dalam acara ini disimbolkan dengan genderang perang pasukan Husain bin Ali ketika berperang di Padang Karbala.
Tahap Kelima, adalah Arak Penja (mengarak jari-jari), di mana penja diletakkan di dalam Tabot dan diarak di jalan-jalan utama Kota Bengkulu. Setiap kelompok tabot mengirimkan 10 hingga 15 orang (biasanya terdiri dari anak-anak dan remaja) untuk mengikuti acara ini. Kegiatan ini dilaksanakan pada malam ke-8 dari bulan Muharam, yaitu sekitar pukul 19.00 WIB dan berakhir sekitar pukul 21.00 WIB.
Tahap Keenam,arak seroban (mengarak sorban) atau disebut juga malam coki bersanding. merupakan acara mengarak penja yang ditambah dengan serban(sorban) putih dan diletakkan pada tabot coki (tabot kecil). Tabot coki ini dilengkapi dengan bendera atau panji-panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab yang indah. Kegiatan ini diadakan pada malam ke-9 Muharam sekitar pukul 19.00-21.00 WIB.
Arak sorban sarat akan simbolisasi keislaman, yaitu diantaranya sorban atau seroban yang melambangkan ajaran Islam. Arak sorban ini memiliki arti, setiap keluarga Syiah dan keluarga Sipai hendaklah memandang bahwa ajaran Islam harus dijunjung tinggi, dipedomani dan dipatuhi. Selain itu, bendera panji mengandung arti kemenangan, untuk itu setiap pasukan memiliki bendera panji yang senantiasa harus selalu ditegakkan, karena jika bendera tersebut jatuh atau direbut lawan maka berarti pasukan tersebut dinyatakan kalah. Sedangkan bendera berwarna hitam/biru dan hijau merupakan perlambangan dari bendera Syi’ah dan bendera berwarna putih perlambangan dari perdamaian.
Tahap Ketujuh, adalah Gam (tenang/berkabung), merupakan tahapan dalam upacara Tabot yang wajib ditaati. Tahap Gam merupakan saat di mana tidak diperbolehkan mengadakan kegiatan apapun atau disebut juga masa tenangGam berasal dari kata ‘ghum‘ yang berarti tertutup atau terhalang, diadakan setiap tanggal 9 Muharam dari pukul 07.00—16.00 WIB. Pada waktu tersebut, semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot tidak boleh dilakukan.
Tahap Kedelapan, dilakukan pada tanggal 9 Muharam juga, sekitar pukul 19.00 WIB, yang disebut dengan Arak Gendang. Tahap ini dimulai dengan pelepasan Tabot Besanding di gerga masing-masing. Usai pelepasan, tiap-tiap Tabot berarak dari gerganya masing-masing, menempuh rute yang telah ditentukan sebelumnya. Seluruh grup ini akan bertemu dan membentuk arak-arakan besar (pawai akbar menuju Lapangan Merdeka). Acara ini turut diramaikan dengan kehadiran grup-grup penghibur dan masyarakat pendukung grup Tabot. Acara akan berakhir sekitar pukul 20.00 WIB, ditandai dengan berkumpulnya seluruh tabot dan grup penghibur di Lapangan Merdeka. Selanjutnya tabot dibariskan atau disandingkan, karena itulah proses ini dinamakan “Tabot Besanding.”
Tahap Terakhir, disebut dengan Tabot Tebuang yang diadakan pada tanggal 10 Muharam. Seluruh Tabot berkumpul dan dibariskan di Tapak Paderi pada pukul 09.00 WIB. Tak ketinggalan grup hiburan juga telah berkumpul untuk menghibur peserta upacara Tabot dan para pengunjung. Sekitar pukul 11.00 WIB, semua grup Tabot berarak menuju Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum Karabela. Tempat ini dijadikan lokasi Tabot Tebuang, karena di sinilah tempat dimakamkannya Imam Senggolo atau Syekh Burhanuddin.
Pada pukul 12.30 WIB ritual Tabot Tebuang dimulai. Untuk perayaan Tabot, acara terakhir ini dianggap memiliki nilai magis, sehingga harus dipimpin oleh Dukun Tabot tertua. Di akhir acara, bangunan tabot dibuang ke rawa-rawa yang berdampingan dengan kompleks makam tersebut. Dibuangnya Tabot ini, menandakan selesainya seluruh rangkaian upacara tersebut.
Keseluruhan proses yang dilakukan dalam Upacara Tabot ini diyakini sebagai bentuk ekspsresi kecintaan terhadap cucu Nabi Muhammad SAW, yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbala, sekaligus juga sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluarga Bani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘Alî beserta pasukannya.


Upacara Tabot, Pesona Wisata Budaya
Masyarakat Bengkulu sangat memahami bahwa Tabot adalah suatu upacara tradisional yang bersifat ritual yang dilaksanakan setiap tahun, terutama oleh Kerukunan Keluarga Tabot (KKT) dengan mengikuti kalendar Islam yaitu tanggal 01-10 Muharram. Dipandang dari sisi pariwisata, keunikan bentuk dan upacara Tabot yang bersifat ritual tersebut dapat menjadikan atraksi tersendiri bagi wisatawan untuk dapat dinikmati. Seiringan dengan perjalanan waktu, upacara Tabot ini akhirnya berkembang dalam bentuk atraksi budaya dan hiburan rakyat di Bengkulu.
Dalam rangka pembangunan kepariwisataan nasional dan daerah, pemerintah melihat bahwa prosesi upacara Tabot telah dijadikan menjadi salah satu event nasional yang dilaksanakan setiap tahun, yang dikemas dalam suatu kegiatan Festival. Kegiatan ini diharapkan dapat menarik para wisatawan untuk mengunjungi Bengkulu, baik itu wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Pemerintah juga berharap kepada seluruh staff baik itu instansi pemerintahan, swasta dan masyarakat serta partisipasi provinsi dan kabupaten lain dapat mensukseskan Festival Tabot sebagai peristiwa utama (Major event) Pariwisata Provinsi Bengkulu.

Penutup
Setelah melihat dari berbagai referensi yang saya temui, dapat saya simpulkan bahwa upacara Tabot adalah suatu cara masyarakat lokal Bengkulu untuk memperingati kematian atau kesyahidan Imam Husein ibn Ali ibn Abi Thalib di Padang Karbala pada awal bulan Muharam 61 Hijriyah (681 M). Dengan kata lain, Upacara Tabot adalah versi lain dari tradisi Ta’ziyah yang dilakukan oleh kalangan Syi'ah di wilayah Asia Selatan (India) yang dibawa ke Bengkulu oleh para imigran India yang sekarang disebut sebagai orang-orang Sipai.
Di samping itu, upacara Tabot Bengkulu memang diakui sebagai upacara keagamaan yang berasal dari atau dipengaruhi oleh tradisi Syi'ah. Tapi, karena sudah cukup lama dipraktikkan oleh beberapa generasi, maka upacara tabot ini sudah dianggap sebagai bagian warisan kebudayaan Bengkulu. Di sini, elemen-elemen keagamaan dari upacara tabot ditekan, sementara elemen-elemen etno-kulturalnya diperkuat, dan semua itu dikemas dalam bentuk festival. Terlebih, pada masa Orde Baru, Upacara Tabot direvitalisasi sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. Karenanya, pelaksanaan Upacara Tabot kemudian mendapatkan dukungan dari pemerintah sehingga dipromosikan secara besar-besaran. Guna menjadi daya tarik pariwisata Bengkulu, agar para wisatawan domestik dan mancanegara dapat berkunjung dan turut memeriahkan festival Tabot ini.

Daftar Pustaka
Badeni, Upacara Tabot dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Budaya dan Ekonomi Masyarakat Kotamadya Bengkulu: Laporan Penelitian,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Bengkulu, Balai Penelitian,1991.
Hamidy, Badrul Munir (Ed.), dkk., Upacara Tradisional Daerah Bengkulu; Upacara Tabot di Kotamadya Bengkulu, Bagian Proyek Inventarisasi dan Perkembangan Nilai-Nilai Budaya daerah Bengkulu, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991/1992.
Fauzi, Ihsan Ali, Tiap Hari Asyura, Tiap Bulan Muharam: “Paradigma Karbala” sebagai Sumber Protes Kaum Syiah, (Makalah untuk Peringatan Asyura ICAS-Paramadina, tidak diterbitkan).
Hamidy (Ed.), dkk., Upacara Tradisional Daerah Bengkulu; Upacara Tabot di Kotamadya Bengkulu, h. 66-73. 
Dahri, Harapandi, Titik Temu Sunny dan Syi’i; Kajian Tradisi Tabot Bengkulu, Jakarta: Penamadani, 2008.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembagian Kerja dan Struktur Organisasi Pada Pengantar Manajemen

PEMECAHAN MASALAH DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

SOAL UTS PEREKONOMIAN INDONESIA